Berakhir pekan di Pulau Pari



Ditempuh hanya beberapa jam dari kota Jakarta, Pulau Pari menjadi salah satu tempat favorit warga Jakarta dan sekitarnya untuk melepas penat sejenak. Saat ini untuk menuju kesana cukup mudah dapat menghubungi biro perjalanan yang sudah menjamur di Jakarta.

Liburan kali ini terasa berbeda karena bersama rekan-sekan sekantor. Kami sepakat berkumpul didepan kantor sabtu subuh sebelum menjuru Muara Angke bersama-sama. Dengan menyewa taksi berwarna kuning, kami berangkat menuju pelabuhan muara angke. 

Yang tidak saya sangka ialah untuk menuju pelabuhan ini kita harus melewati pasar ikan. Aroma ikan yang sangat menyengat tercium hingga kedalam mobil meski semua kaca sudah tertutup rapat. Jalanan yang super becek serta keramaian para pengunjung pasar membuat beberapa kali bapak supir membunyikan klakson.

Setelah menyelesaikan administrasi dengan biro perjalanan yang ditunjuk, kami digiring menuju ke sebuah dermaga melalui lorong bangunan yang becek dan bau amis. Kondisinya sungguh memprihatinkan. Seharusnya Muara Angke menyajikan pemandangan yang indah mulai dari bibir laut sampai dermaganya serta pengaturan tata letak kapal-kapal yang bersandar karena sebagai salah satu pintu gerbang menuju pulau-pulau di pesisir Jakarta. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pemandangan laut berganti menjadi timbunan sampah.

Kapal-kapal penumpang umumnya hampir berukuran sama dengan lebar rata-rata sekitar 4 meter dan panjang kurang lebih 25-30 meter. Ruang penumpang terdiri dari 2 lantai, dengan ketinggian plafonnya sekitar 1 -1,3 meter, sehingga orang harus menunduk untuk bisa bergerak. Yang membuat kita lebih merakyat, di kapal ini tidak ada kursi penumpang, hanya dialasi dengan karpet plastik untuk duduk lesehan di dalam kapal.

Akhirnya sekitar pukul jam 8 pagi kapal mulai bergerak meninggalkan Muara Angke. Dengan suara kapal yang menderu-deru manakala melewati area pelabuhan terlihat puluhan kapal ikan yang sedang bersandar didermaga dan disebelah timur terlihat bangunan apartemen yang sedang dalam proses bangunan. Selama dua jam perjalanan dilalui untuk menuju pulau ini dengan menerjang ombak yang lumayan besar hingga membuat cipratan air sampai ke dek atas.

Dermaga sederhana dan bersih dengan air laut yang bening menyambut kedatangan kami di Pulau Pari. Kami pun dijemput oleh Guide yang kemudian diantar ke sebuah penginapan. Penginapanya cukup bersih dengan dua kamar, cukup untuk menampung  6 sekitar 10 pengunjung. Walaupun keberadaannya ditengah pulau, namun penginapan disini cukup tetata dengan jalan setapak yang sudah di conblock.   

Selesai makan siang kami bersiap-siap untuk bersnorkeling ria. Menggunakan kapal penumpang dengan ukuran sedang kami mengunjungi beberapa pulau kecil yang berada di sekitarnya. Pulau Tikus salah satunya. disini terdapat beberapa spot untuk melihat beragam jenis ikan dibawah sana. Dengan menebar remahan roti, cukup mengundang para ikan untuk mendekat.

Untuk mengusir rasa bosan ketika perjalanan didalam kapal, coba naik ke bagian atap. Dari sini kita bisa lebih merasakan sensasi hempasan ombak yang menerjang kapal ketika mengarungi lautan dan melihat luasnya lautan beserta jajaran pulau-pulau kecil tanpa terhalangi.

Menjelang petang kami bergegas menuju bagian barat Pulau Pari. Dengan menggunakan sepeda yang sudah termasuk paket liburan dipulau ini, kami berpacu dengan waktu melewati jalan-jalan setapak yang penuh dengan para pengunjung yang berlalu-lalang agar tidak ketinggalan melihat terbenamnya matahari. 

Sesampainya disana, para pengunjung sudah memenuhi bibir pantai sambil menggenggam berbagai jenis kamera guna merekam berbagai objek menarik. Perjalanan hari itu pun ditutup dengan mencicipi ikan bakar dipinggir pantai sambil ditemani deru ombak dan semilirnya angin laut yang menerpa pipi.

You Might Also Like

0 comments