Bromo.. Lautan pasir berbisik


- 2010 -

Lahir di lingkungan keluarga yang berorientasi kepada pendidikan. Nilai yang memuaskan disertai lulus tepat waktu menjadi makna yang tersirat dari setiap nasihat yang diberikan orang tua. Namun berkat ajakan teman untuk ikut mengunjungi salah satu destinasi wisata didaerah Jawa Timur, menjadi titik awal terbuka pikiran mengenai keindahan alam Indonesia yang seakan menjadi candu disetiap saat. 

Melalui dunia maya, saya berhasil menggali berbagai informasi terkait transportasi, penginapan dan uang yang dibutuhkan untuk menuju Gunung Bromo yang terletak di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, di timur kota Malang.

Dari stasiun Pasar Senin kita akan menggunakan kereta ekonomi Matarmaja jurusan Malang. Di sepanjang perjalanan banyak para pedagang hilir-mudik menawarkan berbagai macam dagangannya.  Stasiun demi stasiun kami lalui dengan berbagai posisi duduk dari posisi tegap, miring kekiri dan kanan. Sesekali berdiri dipintu keluar dekat titik pertemuan antar gerbong untuk menghirup udara yang lebih segar selama hampir 21 jam dalam perjalanan yang kami lalui.

Setelah beristirahat sejenak distasiun Malang, perjalanan dilanjutkan menggunakan bis umum menuju terminal Probolinggo selama ± 2.5 Jam. Didekat terminal Purbolinggo terdapat pangkalan mobil Elf yang akan mengantarkan kami ke Cemoro Lawang, Bromo. Untuk mendapatkan harga murah kita harus bernegoisasi dengan pemilik mobil Elf, pria separu baya dengan logat bicara campuran Jawa-Madura. Beliau sempat menawarkan kami dengan harga cukup murah, namun kami diharuskan duduk diatas mobil bersama barang bawaan penumpang. Hmmm…

Didalam mobil dengan kapasitas 12 orang, kami berbarengan dengan rombongan dari Surabaya dan sepasang bule asal Inggris yang sedang berlibur di Indonesia. Sepanjang jalan menuju Cemoro Lawang selama ± 1 jam dilalui dengan jalan berkelok-kelok dan lumayan amat curam. Namun perasaan terobati dengan keindahan pemandangan pegunungan sepanjang perjalanan menuju Cemoro Lawang.

Sesampainya di Cemoro Lawang menjelang Matahari terbenam, kami langsung berkeliling mencari tempat peristirahatan sementara atau yang sering disebut Homestay yang sesuai dengan kantong. Setelah bernego harga dengan tampang memelas, akhirnya didapati harga lumayan murah dibandingkan penghuni lainnya.

Semakin malam udara yang berhembus semakin dingin membuat mengurungkan niat untuk mandi. Ketika membawa setermos air panas hasil masak diwarung sebelah dengan seketika air tersebut menjadi dingin saat sampai dikamar tempat kami menginap.
Jam telah menunjukan pukul tiga dini hari, kami pun diharuskan bangun untuk mengejar  matahari terbit dari atas gunung bromo. Dengan balutan dua lapis celana dan empat lapis jaket yang memeluk tubuh serta kupluk yang hinggap diatas kepala melengkapi penampilan saya dipagi hari yang sangat dingin ini.
Untuk melihat matahari terbit, biasanya para pengunjung berpergian menuju daerah penanjakan dengan menyewa sebuah Jeep. Karena merasa harga sewa Jeep cukup mahal, akhirnya kami putuskan langsung menuju ke puncak Gunung Bromo.

Dalam perjalanan kami ditemani seorang penduduk asli yang menawarkan diri saat berpapasan ditepi jalan. Dengan suasana yang masih gelap dan dingin, kami melintasi  luasnya padang pasir. Sesampainya di kaki Gunung Bromo, untuk dapat melihat kawah kami harus menaiki anak tangga yang jumlahnya mencapai 250 anak tangga.

Menyaksikan indahnya matahari terbit merupakan peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu. Buktinya, para pengunjung dari lokal sampai mancanegara rela menunggu sejak tadi pagi saat saya baru menginjakan kaki dipuncak Gunung Bromo.

Peristiwa yang dinantikan para pengunjung akhirnya datang juga. Seberkas sinar yang mampu menyita perhatian ratusan orang,seberkas sinar yang membuat kami rela menempuh perjalanan lumayan jauh dari kota asal kami, seberkas sinar yang membuat indonesia dikenal luas oleh dunia, seberkas sinar yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

You Might Also Like

0 comments