Lahir di lingkungan
keluarga yang berorientasi kepada pendidikan. Nilai yang memuaskan disertai
lulus tepat waktu menjadi makna yang tersirat dari setiap nasihat yang diberikan orang tua. Namun berkat ajakan
teman untuk ikut mengunjungi salah satu destinasi wisata didaerah Jawa Timur,
menjadi titik awal terbuka pikiran mengenai keindahan alam Indonesia yang seakan
menjadi candu disetiap saat.
Melalui
dunia maya, saya berhasil menggali berbagai informasi terkait
transportasi, penginapan dan uang yang dibutuhkan untuk menuju Gunung Bromo
yang terletak di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, di timur kota Malang.
Dari stasiun Pasar Senin kita
akan menggunakan kereta ekonomi Matarmaja jurusan Malang. Di sepanjang
perjalanan banyak para pedagang hilir-mudik menawarkan berbagai macam dagangannya. Stasiun demi stasiun kami lalui dengan berbagai
posisi duduk dari posisi tegap, miring kekiri dan kanan. Sesekali berdiri dipintu
keluar dekat titik pertemuan antar gerbong untuk menghirup udara yang lebih
segar selama hampir 21 jam dalam perjalanan yang kami lalui.
Setelah beristirahat sejenak distasiun
Malang, perjalanan dilanjutkan menggunakan bis umum menuju terminal Probolinggo
selama ± 2.5 Jam. Didekat terminal Purbolinggo terdapat pangkalan mobil Elf
yang akan mengantarkan kami ke Cemoro Lawang, Bromo. Untuk mendapatkan harga
murah kita harus bernegoisasi dengan pemilik mobil Elf, pria separu baya dengan
logat bicara campuran Jawa-Madura. Beliau sempat menawarkan kami dengan harga
cukup murah, namun kami diharuskan duduk diatas mobil bersama barang bawaan
penumpang. Hmmm…
Didalam mobil dengan kapasitas 12
orang, kami berbarengan dengan rombongan dari Surabaya dan sepasang bule asal
Inggris yang sedang berlibur di Indonesia. Sepanjang jalan menuju Cemoro Lawang
selama ± 1 jam dilalui dengan jalan berkelok-kelok dan lumayan amat curam. Namun
perasaan terobati dengan keindahan pemandangan pegunungan sepanjang perjalanan
menuju Cemoro Lawang.
Semakin malam udara yang berhembus semakin dingin membuat mengurungkan niat untuk mandi. Ketika membawa setermos air panas hasil masak diwarung sebelah dengan seketika air tersebut menjadi dingin saat sampai dikamar tempat kami menginap.
Jam telah menunjukan pukul tiga
dini hari, kami pun diharuskan bangun untuk mengejar matahari terbit dari atas gunung bromo. Dengan
balutan dua lapis celana dan empat lapis jaket yang memeluk tubuh serta kupluk
yang hinggap diatas kepala melengkapi penampilan saya dipagi hari yang sangat
dingin ini.
Untuk melihat matahari terbit,
biasanya para pengunjung berpergian menuju daerah penanjakan dengan menyewa
sebuah Jeep. Karena merasa harga sewa Jeep cukup mahal, akhirnya kami putuskan
langsung menuju ke puncak Gunung Bromo.

Menyaksikan indahnya matahari terbit merupakan peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu. Buktinya, para pengunjung dari lokal sampai mancanegara rela menunggu sejak tadi pagi saat saya baru menginjakan kaki dipuncak Gunung Bromo.
Peristiwa yang dinantikan para pengunjung akhirnya datang juga. Seberkas sinar yang mampu menyita perhatian ratusan orang,seberkas sinar yang membuat kami rela menempuh perjalanan lumayan jauh dari kota asal kami, seberkas sinar yang membuat indonesia dikenal luas oleh dunia, seberkas sinar yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
0 comments